Mexintv,com.Kupang – Empat terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana kasus dugaan korupsi aset pemanfaatan aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) di Labuan Bajo yang dibangun Hotel Plago berbeda.
Untuk terdakwa Thelma Bana, dituntut 5 tahun penjara dan denda 500 juta atau diganti pidana kurungan 6 bulan.pada Senin (25/03/2024) di Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang
Terdakwa Hari Pranyoto, dituntut 7 tahun penjara dan pidana denda 500 juta atau diganti pidana kurungan 6 bulan.
Terdakwa Lidya Sunaryo dituntut 10 tahun kurungan penjara dan pidana denda 500 juta atau diganti pidana kurungan enam bulan. Sedangkan, untuk terdakwa Bahasili papan dituntut 10 tahun dan pidana denda 500 juta atau diganti pidana kurungan 6 bulan.
Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaa Negeri Manggarai Barat, Provinsi NTT.
Terhadap tuntutan JPU itu, tim penasihat hukum terdakwa merasa JPU berlebihan atas tuntutan yang disampaikan.
“Berlebihan dan tidak manusiawi, tuntutan merupakan kewenangan dari JPU. Jadi terserah menurut keyakinan mereka,” kata Jamaruba Silaban.
Dalam tuntutan JPU juga terdakwa Bahasili Papan juga dituntut untuk mengganti kerugian sebesar Rp 8,5 miliar lebih.
“Untuk mengganti kerugian keuangan negara atau disita harta kekayaannya untuk mengganti kerugian keuangan negara,” katanya.
Silaban menilai, tuntutan tersebut sangatlah tidak manusiawi jika melihat fakta persidangan yang sudah tersaji selama proses sidang kasus ini.
“Terutama tuntutan mengganti kerugian negara sebesar Rp 8,5 miliar untuk terdakwa Bahasili Papan,” tambah dia.
Ia menilai, tuntutan pengganti kerugian keuangan negara, terhadap terdakwa Bahasili Papan senilai Rp 8,5 miliar, nilai itu sama dengan hasil audit oleh BPKP Provinsi NTT yang dipakai untuk menjerat para terdakwa.
“Menurut kami tidak ada seperti itu, karena tidak ada norma hukum yang mengatur untuk melakukan penilaian ulang. Tidak ada regulasi ditingkat undang-undang maupun peraturan, baik itu peraturan presiden dan peraturan menteri yang mengamanatkan bahwa perjanjian kerja sama (PKS) yang sudah ditandatangani antara pemerintah dan swasta itu dapat dinilai ulang,” jelas Silaban.
Ia menambahkan, dalam tuntutan terdapat empat variasi nilai kontribusi yang terungkap dalam persidangan.
“Diantaranya, nilai yang terdapat di dalam PKS, kemudian nilai kontribusi yang mau diadendumkan, penilaian dalam PKS Pemprov NTT dan PT Flobamor sebesar Rp 800 juta dan nilai yang dipakai JPU sebesar Rp 1,5 miliar,” tambah dia.
Ia menambahkan, nilai kerugian keuangan negara yang pasti disebabkan oleh para terdakwa tidak terungkap dalam persidangan.
“Tentunya nilai kerugian itu harus pasti dan tidak berubah-ubah,” katanya.
Ia juga menyinggung terkait dengan putusan pengadilan tinggi yang menguatkan putusan PN Kupang, dalam kasus perdata PT SIM melawan Pemprov NTT yang memutus PHK yang dilakukan Pemprov NTT kepada PT SIM adalah perbuatan melawan hukum.
Tuntutan oleh JPU juga berlebihan, kata Silaban karena yang mengalami kerugian dalam perkara itu adalah para terdakwa.
“Ini kan bangun guna serah (BGS), uang milik investor, tanah milik pemerintah, tanah sudah diambil alih, bangunan sudah diambil alih, manusianya dinyatakan korupsi. Tapi biarlah pengadilan yang menilai. Kita percaya pengadilan itu tempat mencari keadilan,” pungkasnya.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Thelma Bana, Malkzon Beri, mengatakan pihaknya akan menggunakan fakta persidangan yang telah terungkap untuk digunakan sebagai unsur-unsur di dalam pembelaan nanti.
“Tentu kami punya pandangan yang berbeda, sehingga ada ruang pembelaan yang akan kami ajukan nanti. Kami akan berharap juga bisa memberikan yang terbaik untuk klien kami,” katanya.
Sidang kasus ini, akan kembali bergulir pada Rabu, 27 Maret 2024 mendatang dengan agenda pembelaan atau pledoi yang akan digelar di Pengadilan Tipikor Kupang.
Untuk diketahui, para terdakwa akan segera bebas demi hukum dari tahanan karena masa penahanan yang akan berakhir pada 4 April 2024 mendatang..(Tim)